Mengungkap Fakta Dibalik Berita

KH Maimoen Zubair Wafat Di Mekkah

0

JAKARTA, rakyatrepublika.com-

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, berita duka cita datang dari Mekkah Al-Mukarromah, KH. Maimoen Zubair (90 tahun) wafat saat menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah, pada Selasa (7/8/2019) pukul 04.17 waktu Makkah.

Kabar duka itu disampaikan Gus Mu’thi Tsani menantu Kiai Abd Alim bin Abd Djalil. “Innalillahi wainnailaihi rajiun. Mbah Maimoen Zubair wafat,” kata Gus Mu’thi.

KH. Maimoen Zubair merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak). Selama ini, Kiai Maimun merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqh. Hal ini, karena KH. Maimoen menguasai secara mendalam ilmu fiqh dan ushul fiqh. KH. Maimoen merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.

KH. Maimoen lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. KH. Maimoen pengasuh pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra dari KH. Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. KH. Zubair merupakan murid dari Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.

Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama KH. Maimoen Zubair sangat kuat. Kemudian, beliau meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, beliau mengaji kepada KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuki.

Pada usia 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan pendidikannya ke Makkah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syuáib. Di Makkah, mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.

KH. Maimoen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, KH. Bisri Musthofa (Rembang), KH. Wahab Chasbullah, KH. Muslih Mranggen (Demak), KH. Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. KH. Maimoen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.

Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimun kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, beliau kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.

Selama hidupnya, Kiai Maimun memiliki kiprah sebagai penggerak. Beliau pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Karena kedalaman ilmu dan kharismanya, beliau diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Mustasyar PBNU.

Reporter : Achmad Munif

Leave A Reply

Your email address will not be published.