Roy Suryo Dkk Ogah Damai dengan Jokowi, Tolak Usulan Komisi Percepatan Reformasi Polri
JAKARTA, RakyatRepublika – Tawaran Komisi Percepatan Reformasi Polri agar kasus ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) diselesaikan lewat damai ditolak Roy Suryo dkk.
Delapan aktivis dan akademisi yang kini ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar dan Tifauziah Tyassuma atau dokter Tifa itu menolak restoratif justice.
Penolakan tersebut disampaikan Tim Kuasa Hukum Roy Suryo dkk, Ahmad Khozinudin.
Menurutnya, kliennya menyatakan keberatan atas wacana penyelesaian kasus ijazah palsu itu lewat jalur mediasi.
Mereka menilai mekanisme tersebut tak tepat lantaran perkara yang dilaporkan merupakan dugaan tindak pidana.
“Tidak ada perdamaian dengan kepalsuan, tidak ada perdamaian dengan kebohongan,” ujar Ahmad Khozinudin di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (20/11/2025).
Khozinudin menanggapi pernyataan sejumlah tokoh, termasuk Aktivis 98 Faizal Assegaf dan Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie, yang sebelumnya membuka peluang mediasi.
Menurutnya, usulan tersebut tidak relevan karena perkara dugaan pemalsuan ijazah merupakan ranah pidana, bukan perdata.
“Pak Jimly bicara soal mediasi, padahal ini kasus pidana. Bukan ranahnya mediasi,” ucap Khozinudin.
Ia juga mengingatkan dalam proses perdata terkait isu yang sama, pihak Jokowi beberapa kali tidak hadir dalam jadwal mediasi.
Karena itu, ia menilai janggal apabila wacana mediasi justru saat ini muncul ketika persoalan kini berada pada ranah pidana.
“Sekarang justru di kasus pidana yang dilaporkan sendiri oleh Joko Widodo, harusnya proses hukum berjalan. Jangan tiba-tiba ada narasi mediasi lagi,” kata Khozinudin.
Minta Tak Turut Campur
Lebih jauh, ia meminta Komisi Percepatan Reformasi Polri fokus pada pembenahan internal kepolisian, bukan turut campur dalam polemik terkait ijazah Jokowi.
Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, termasuk dugaan kriminalisasi yang dinilai menyebabkan kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
“Tim reformasi Polri seharusnya fokus mengawasi kinerja, kebijakan, anggaran, dan SDM Polri, bukan mengurus soal ijazah Jokowi,” ujarnya
Khozinudin menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh dihentikan karena desakan pihak tertentu.
Ia menyebut protes publik terkait keaslian ijazah harus diselesaikan hingga tuntas.
“Kalau rakyat sudah menggugat keaslian ijazah, prosesnya tidak boleh dihentikan. Harus selesai di generasi kita,” ucapnya.
Ia juga meminta masyarakat berhati-hati terhadap pihak yang mengatasnamakan tim kuasa hukum serta mengklaim membawa pesan damai.
Menurutnya, muncul sejumlah pihak yang berbicara seolah mewakili mereka, termasuk komentar Faizal Assegaf terkait kemungkinan perdamaian.
“Pak Rismon, Pak Roy, dan lainnya tetap bersama publik untuk menuntaskan kasus ini,” kata Khozinudin menegaskan.
Roy Suryo Cs Diusulkan Berdamai
Sebelumnya, Komisi Percepatan Reformasi Polri mendorong usulan proses mediasi terkait polemik tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo.
Kasus ini diketahui menyeret delapan tersangka mulai dari Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar hingga Tifauziah Tyassuma atau dokter Tifa.
Usulan ini muncul saat Komisi menerima audiensi kritikus politik Faizal Assegaf di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu (19/11/2025).
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mengatakan pihaknya menyambut baik masukan yang mendorong penyelesaian melalui pendekatan restorative justice.
“Muncul ide-ide antara lain misalnya Pak Assegaf tadi mengusulkan, bagaimana bisa tidak mediasi? Oh bagus itu, coba tanya dulu mau enggak mereka dimediasi, baik pihak Jokowi dan keluarga maupun pihak Roy Suryo dkk, mau enggak dimediasi?” ucap Jimly.
Jimly menjelaskan, perkara serupa sebelumnya juga pernah diproses melalui jalur perdata.
Karena itu, bukan tidak mungkin jalur mediasi juga ditempuh dalam proses pidana apabila seluruh pihak mencapai kesepakatan.
Menurutnya, mekanisme mediasi sejalan dengan semangat restorative justice sebagaimana diatur dalam KUHP dan KUHAP terbaru.
“Syaratnya, Rismon dan kawan-kawan harus bersedia dengan segala konsekuensinya kalau terbukti sah atau tidak sah. Itu masing-masing harus ada risiko,” tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu. (*)