Mengungkap Fakta Dibalik Berita

Kepala BPKH Sebut Kuota Haji Reguler dan Khusus Tak Sesuai Kesepakatan

0
JAKARTA, rakyatrepublika.com – 
Panitia Khusus (Pansus) hak angket DPR mencecar Kepala BPKH Fadlul Imansyah yang menghadiri rapat sebagai saksi. Anggota Pansus Haji DPR, Ace Hasan Syadzily, menanyakan soal nilai manfaat yang dikeluarkan BPKH dan porsi kuota haji oleh Kemenag yang berubah dari hasil rapat Panja Haji 2024 pada akhir tahun lalu.
Rapat pansus digelar di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2024) malam. Ace mulanya menanyakan keterlibatan BPKH dalam penentuan porsi kuota haji.

“Terlibat? Yang dibahas dalam rapat panja berapa jumlah kuota yang dijadikan pembahasan?” tanya Ace.

“Di dalam kesimpulan rapat panja sepengetahuan saya memang ada pembagian antara kuota reguler dan kuota haji khusus. Sepengetahuan saya juga kuotanya awalnya sesuai dengan UU. Namun dalam perjalanannya ada perubahan,” jawab Fadlul.

Ace mengatakan Komisi VIII DPR baru mengetahui setelah pelaksanaan ibadah haji bahwa ada surat dari Kemenag tanggal 9 Januari terkait pemanfaatan uang penyelenggaraan ibadah haji. Fadlul membeberkan memang ada pembagian porsi kuota haji oleh Kemenag yang berbeda dari rapat Panja bersama DPR saat itu.

“Ini saya tegaskan Pak Pimpinan bahwa memang 241 ribu merupakan kuota resmi (dalam rapat Panja Haji) dan dihadiri oleh BPKH. Kami terus terang saja Pak Kepala, setelah pelaksanaan ibadah haji kami FGD dengan BPKH dan kami mendapatkan informasi bahwa pada 9 Januari 2024 ada surat dari Kemenag yang diteruskan kepada saudara Kepala BPKH. Apakah Kemenag mengirimkan surat pemanfaatan uang penyelenggaraan ibadah haji itu, itu dasarnya rapat kerja, hasil rapat kerja komisi 8 DPR RI atau dasarnya Keppres?” tanya Ace.

“Kalau baseline untuk kuota 241 ribu mengacu kepada Keppres. Cuma pembagiannya memang ada perbedaan dengan kesimpulan rapat panja,” kata Fadlul.

“Suratnya tanggal berapa Pak?” tanya Ace.

“10 Januari 2024,” jawab Fadlul.

“Baseline dari kuota tersebut apakah sama dari rapat kerja?” tanya Ace.

“Kalau total-totalnya sama,” ujar Fadlul.

“Bahwa jumlah kuota 241 ribu tolong dipastikan lagi,” tanya Ace.

“Kalau total (kuota) sama Pak, 241 ribu, tapi memang di sini (surat) disampaikan angkanya langsung memecah antara jemaah reguler dan jemaah khusus,” ujar Fadlul.

Ace menanyakan apa basis bagi BPKH dalam mengeluarkan dana. Fadlul menyebut angka dana yang dikeluarkan berdasarkan permintaan Kemenag dan tidak sama dengan apa yang dirapatkan di Panja Haji bersama DPR.

“Apakah Bapak mengeluarkan dana sesuai dengan hasil rapat kerja tersebut kepada Kemenag?” tanya Ace.

“Kalau permintaan dari Kemenag angkanya di bawah hasil kesimpulan rapat panja,” ujar Fadlul.

“Kalau dilihat dari angkanya Pak, total dari BPIH secara total itu kan memang Rp 20,336 T ini dengan asumsi angkanya jemaah reguler 213.320 dan khusus 27.680. Sementara di rapat panja yang ditetapkan untuk nilai manfaat yang dibagikan dengan asumsi haji reguler 221.720, haji khusus 19.280 sehingga angka nilai manfaat yang digunakan Rp 8,2 T,” papar Fadlul.

“Yang digunakan BPKH sendiri? Yang dikeluarkan BPKH sendiri berapa?” tanya Ace.

“Sejauh ini yang kita keluarkan sesuai yang dimintakan yaitu Rp 7,88 T,” jawab Fadlul.

Ace mencecar alasan BPKH mengeluarkan dana tidak sesuai apa yang dirapatkan dalam Panja Haji DPR. Fadlul membeberkan pihaknya tidak dalam kewenangan terkait itu dan mengikuti permintaan sesuai Kemenag.

“Dasarnya apa?” tanya Ace lagi.

“Ini tadi Pak, berdasarkan ini kami sendiri Pak tidak dalam kapasitas menghitung ini Rp 7,8 T ini dari mana, itu yang satu hal. Tapi kalau dilihat dari angkanya ini kan ada perbedaan kalau dia 213 ribu, saya bulatkan izin ya Pak untuk mempermudah, versus 27.680 ini Rp 7,8 T, tapi kalau kesepakatan di Panja dengan asumsi haji reguler 221.720, haji khusus 19.280 nilai manfaat yang ditetapkan adalah Rp 8,2 T,” ujar Fadlul.

“Jika terjadi perbedaan seperti itu yang dipegang oleh Bapak yang mana?” tanya Ace.

“Kami sebagai pengelola keuangan yang mengeluarkan keuangan otomatis mengeluarkan sesuai dengan permintaan,” jawab Fadlul.

“Kalau permintaannya berbeda dengan kesepakatan menurut Bapak bagaimana?” tanya Ace lagi.

“Secara best practice selama di bawah koridor penetapan pagu buat kami itu dapat dilakukan, yang tidak boleh apabila terjadi pengeluaran di atas pagu yang ditetapkan maka itu harus persetujuan kembali oleh antara pemerintah dengan DPR,” kata Fadlul.

Ace kembali mempertanyakan langkah BPKH yang dinilai tidak berbasis hukum berdasarkan hasil kesimpulan rapat bersama DPR. Ace menekankan dalam aturan UU pengeluaran oleh BPKH untuk penyelenggaraan haji harus mendapat persetujuan DPR.

“Yang menjadi patokan kami angka nilai jumlah dana yang dimintakan Pak,” kata Fadlul.

“Bukan dasar hukum dari kenapa uang harus itu dikeluarkan?” tanya Ace.

“Karena logikanya kalau kami mengeluarkan tetap Rp 8,2 T, ini kan tidak sesuai dengan permintaan. Ini bicara sesuai dengan permintaan berdasarkan PP nomor 5 menyampaikan bahwa BPKH mentransfer sesuai dengan permintaan,” kata Fadlul.

“Tapi Bapak kan tahu sendiri kalau BPKH ini undang-undangnya tersendiri? Di mana setiap pengeluaran yang dikeluarkan oleh BPKH untuk penyelenggaraan ibadah haji harus mendapatkan persetujuan DPR?” tanya Ace.

“PP yang kami sebutkan itu PP tentang pengelolaan pengeluaran keuangan haji bukan tentang penyelenggaraan ibadah haji,” ujar Fadlul.

“Ini kan konteksnya kita bicara soal penyelenggaraan ibadah haji Pak, apakah Bapak pernah membaca Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji bahwa setiap pengeluaran penyelenggaraan ibadah haji yang dikeluarkan oleh BPKH harus atas persetujuan DPR?” tanya Ace.

“Penetapannya betul, Pak, tapi teknis transfernya itu, itu sesuai dengan permintaan,” kata Fadlul.

Leave A Reply

Your email address will not be published.