Napi Koruptor Bisa Nyaleg pada 2019
JAKARTA, rakyatrepublika.com-
Meski sebelumnya DPR RI dan Kemenkumham serta Kemendagri mendukung larangan caleg koruptor, namun setelah rapat konsultasi dengan KPU di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/7/2018), napi koruptor bisa nyaleg di pemilu 2019.
Selain koruptor, mantan bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak pun memiliki hak politik yang sama untuk daftar caleg pemilu 2019.
Ini terungkap dalam rapat konsultasi yang dipimpin Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) tersebut hadir Mengari Tjahjo Kumolo, Menkumham Yasonna Laoly, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Pimpinan Komisi II dan Komisi III DPR RI.
Menurut Bamsoet, secara umum seluruh pihak menghormati keputusan pemerintah yang telah mengesahkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Namun kata Bamsoet, hak-hak dasar warga negara dan prinsip hak asasi manusia (HAM) untuk dipilih dan memilih sesuai kontitusi UUD 1945, maka sepakat untuk memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk mendaftar menjadi caleg di semua tingkatan dan melalui partai politiknya masing-masing.
Sejauh itu menurut Bamsoet, kesepakatan itu sambil menunggu proses verifikasi pendaftaran caleg oleh KPU, dimana pihak-pihak yang tidak setuju dengan PKPU tersebut dipersilakan menggugat uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Sehingga nantinya, lanjut Bamsoet, keputusan MA itulah kata Bamsoet, yang akan menjadi pegangan KPU dalam memutuskan sikap terkait pendaftaran calon. “Jika gugatan diterima MA, maka KPU wajib meloloskan caleg tersebut. Sebaliknya, kalau gugatan ditolak MA, maka KPU berhak mencoret caleg koruptor itu ke parpol masing masing,” ungkapnya.
Dengan demikian keputusan MA nantinya akan menjadi pegangan hukum KPU. “Jadi, kita tunggu masyarakat menggugat ke MA, apapun keputusannya itulah yang akan menjadi pegangan KPU untuk memproses caleg,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (3/7/2018) malam, akhirnya mengundangkan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
Pelarangan pencalonan eks napi bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi diakomodasi dalam pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan parpol.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, ada perubahan tata letak dalam PKPU yang diundangkan tersebut dengan PKPU No 20/2018 sebelumnya. Namun, ia menegaskan, tidak ada perubahan substansi.
Mantan napi tiga jenis kejahatan tersebut tetap tidak boleh menjadi caleg. Pasal 4 Ayat 3 PKPU disebutkan, dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Kemudian, dalam Pasal 6 Ayat 1 Huruf e diyatakan bahwa pimpinan parpol sesuai tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat 3.
Formulir pakta integritas itu berisi tiga poin, di antaranya jika ada pelanggaran pakta integritas, berupa adanya bakal calon yang berstatus mantan napi bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi, maka bersedia dikenai sanksi administrasi pembatalan pencalonan. Tunggu Putusan MA, Sepakat Napi Koruptor Bisa Nyaleg 2019
JAKARTA, Meski sebelumnya DPR, Kemenkum dan HAM dan Kemendagri mendukung larangan caleg koruptor, namun setelah rapat konsultasi dengan KPU di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/7/2018), sambil nunggu keputusan MA, napi koruptor bisa nyaleg di pemilu 2019.
Selain koruptor, mantan bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak pun memiliki hak politik yang sama untuk daftar caleg pemilu 2019.
Dalam rapat konsultasi yang dipimpin Ketua DPR RI Bambang Soesatyo tersebut hadir Mengari Tjahjo Kumolo, Menkumham Yasonna Laoly, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, Pimpinan Komisi II dan Komisi III DPR RI.
Menurut Bamsoet, secara umum seluruh pihak menghormati keputusan pemerintah yang telah mengesahkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Namun kata Bamsoet, hak-hak dasar warga negara dan prinsip hak asasi manusia (HAM) untuk dipilih dan memilih sesuai kontitusi UUD 1945, maka sepakat untuk memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk mendaftar menjadi caleg di semua tingkatan dan melalui partai politiknya masing-masing.
Sejauh itu menurut Bamsoet, kesepakatan itu sambil menunggu proses verifikasi pendaftaran caleg oleh KPU, dimana pihak-pihak yang tidak setuju dengan PKPU tersebut dipersilakan menggugat uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Sehingga nantinya, keputusan MA itulah kata Bamsoet, yang akan menjadi pegangan KPU dalam memutuskan sikap terkait pendaftaran calon. “Jika gugatan diterima MA, maka KPU wajib meloloskan caleg tersebut. Sebaliknya, kalau gugatan ditolak MA, maka KPU berhak mencoret caleg koruptor itu ke parpol masing masing,” ungkapnya.
Dengan demikian keputusan MA nantinya akan menjadi pegangan hukum KPU. “Jadi, kita tunggu masyarakat menggugat ke MA, apapun keputusannya itulah yang akan menjadi pegangan KPU untuk memproses caleg,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (3/7/2018) malam, akhirnya mengundangkan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
Pelarangan pencalonan eks napi bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi diakomodasi dalam pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan parpol.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, ada perubahan tata letak dalam PKPU yang diundangkan tersebut dengan PKPU No 20/2018 sebelumnya. Namun, ia menegaskan, tidak ada perubahan substansi.
Mantan napi tiga jenis kejahatan tersebut tetap tidak boleh menjadi caleg. Pasal 4 Ayat 3 PKPU disebutkan, dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Kemudian, dalam Pasal 6 Ayat 1 Huruf e diyatakan bahwa pimpinan parpol sesuai tingkatannya menandatangani dan melaksanakan pakta integritas pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ayat 3.
Formulir pakta integritas itu berisi tiga poin, di antaranya jika ada pelanggaran pakta integritas, berupa adanya bakal calon yang berstatus mantan napi bandar narkoba, kejahatan seksual anak, dan korupsi, maka bersedia dikenai sanksi administrasi pembatalan pencalonan.
Reporter : Achmad Munif
Editor : Mella